Dikutip dari blog KOMINFO, Indonesia menempati urutan kedua terbawah di bidang literasi dunia. Hal ini menunjukkan bahwa minat baca masyarakat Indonesia berada di angka yang memprihatinkan. Data UNESCO menyebutkan bahwa peringkat tersebut menggambarkan bahwa hanya ada 1 dari 1000 orang di Indonesia yang rajin membaca. Jika dibandingkan dengan Negara-negara yang ada di Asia Tenggara, Indonesia berada di bawah Filipina dengan persentase 96%. Padahal, infrastruktur untuk membaca di Indonesia dinilai lebih baik dari Negara-negara Eropa.
Fakta ironis lainnya adalah durasi masyarakat Indonesia dalam menatap gawai bisa mencapai 9 jam dalam sehari. Data ini dirilis melalui wearesocial per Januari 2017 yang menempatkan Indonesia berada di peringkat 5 dunia dalam hal keaktifan di media sosial. Padahal, kemampuan literasi sangat dibutuhkan dan jelas lebih bermanfaat dibandingkan dengan hanya membuat cuitan di Twitter.
Jika terus dibiarkan, maka minat literasi di kalangan masyarakat Indonesia akan semakin menurun. KOMINFO menyebutkan bahwa kurangnya literasi menyebabkan masyrakat Indonesia jadi mudah diprovokasi dan penyebaran fitnah serta hoax semakin merajalela. Hal ini tentu akan berujung pada perpecahan bangsa Indonesia.
Lalu, bagaimana solusi yang tepat dalam mengatasi permasalahan ini?
Menumbuhkan minat literasi melalui peningkatan minat membaca buku harus dimulai sejak usia dini. Fase usia emas, yaitu pada rentang 0-6 tahun, merupakan fase paling penting dalam pertumbuhan dan perkembangan manusia. Pada fase ini, pendidikan yang diberikan menentukan bagaimana perkembangan anak nantinya saat dewasa. Sejak masa ini, kita bisa mulai mengenalkan anak untuk jatuh cinta dengan buku. Langkah dasarnya dapat dimulai dengan membacakan buku cerita yang mengandung pelajaran dan nilai moral yang baik bagi anak sebelum tidur. Aktivitas ini selain dapat mengenalkan anak dengan dunia literasi juga bermanfaat untuk membangun hubungan baik antara orang tua dan anak.
Lalu, saat mereka mulai memasuki masa sekolah, para guru dapat membiasakan anak untuk membaca dengan memberikan tugas berupa book review dimana siswa diharuskan untuk mengulas isi buku yang dibacanya. Untuk tingkat sekolah dasar, buku yang dipilih harus disesuaikan dengan karakter dan usia anak seperti buku cerita (bagi siswa kelas 1-3 sekolah dasar), buku-buku ilmu pengetahuan dengan bahasa yang mudah dan ilustrasi menarik untuk siswa tingkat lanjutan. Sedangkan untuk siswa sekolah menengah, buku yang diulas bisa berupa novel-novel yang memiliki nilai moral yang baik.
Bagi masyarakat yang menginjak dewasa, Anda bisa mulai membiasakan membaca buku dengan novel-novel ringan hingga buku-buku berat seperti Dunia Sophie, buku-buku psikologi dan lain-lain. Terlebih lagi, di zaman yang sudah serba digital ini, kita tidak perlu repot lagi membawa buku fisik sebab buku-buku berbentuk PDF sudah banyak tersedia. Bahkan, online shop terkemuka Amazon, merilis Kindle, sebuah perangkat elektronik dengan bentuk yang menyerupai tablet yang diciptakan untuk membaca buku-buku digital. Kindle seperti wujud kecil dari perpustakaan sebab di dalamnya terdapat berbagai macam buku elektronik yang bisa dibaca kapan saja.
Dengan begini, tidak ada lagi alasan untuk malas membaca buku. Terkadang, kemudahan yang disediakan menjadi alasan kemalasan itu sendiri. Namun, tidak perlu terburu-buru dan memaksa. Anda bisa mulai dengan menyediakan waktu minimal 15 menit dalam sehari untuk membaca buku yang memang sesuai dengan selera Anda. Dengan begini, kegiatan membaca tidak akan terasa memberatkan dan lama kelamaan terbiasa untuk membaca buku. Sebagai penutup, kalimat dari Najwa Shihab ini mungkin bisa memotivasi Anda untuk jatuh cinta terhadap buku.
Cukup perlu satu buku untuk jatuh cinta pada membaca. Cari buku itu. Mari jatuh cinta. – Najwa Shihab