Pendidikan karakter memiliki peran yang penting dalam membangun peserta didik yang berkualitas. Seperti yang tertuang dalam UU No 20 Tahun 2003, pendidikan memiliki tujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik yang tidak hanya sekadar cakap dan kreatif, namun juga beriman, bertakwa, berakhlak mulia serta menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Demi mencapai tujuan tersebut, diperlukan adanya pendidikan karakter kepada siswa. Hal ini sejalan dengan arahan Presiden yang menyebutkan bahwa pembentukan Sumber Daya Manusia yang unggul, diperlukan tindakan strategis yang salah satunya adalah peningkatan pendidikan karakter serta pengamalan Pancasila secara terus-menerus. Pendidikan karakter diajarkan untuk memupuk nilai-nilai kasih sayang, keteladanan, moralitas, perilaku serta kebhinekaan.
Lalu, apa yang dimaksud dengan pendidikan karakter?
T. Ramli menjelaskan bahwa pendidikan karakter mengutamakan esensi dan makna dari moral dan akhlak untuk membentuk pribadi siswa yang baik. Hal ini didukung oleh pernyataan Thomas Lickona yang mengatakan bahwa pendidikan karakter merupakan usaha yang sengaja dilakukan untuk membantu seseorang agar dapat memahami, memperhatikan, serta melakukan nilai-nilai etika yang inti. Menurut kamus psikologi, ada 18 butir nilai-nilai yang ada dalam pendidikan karakter. Nilai-nilai tersebut antara lain:
- Religius
- Jujur
- Toleransi
- Disiplin
- Kerja Keras
- Kreatif
- Mandiri
- Demokratis
- Rasa Ingin Tahu
- Semangat Kebangsaan
- Cinta Tanah Air
- Menghargai Prestasi
- Bersahabat/komunikatif
- Cinta Damai
- Gemar Membaca
- Peduli Lingkungan
- Peduli Sosial
- Tanggung Jawab
Lantas, apakah pendidikan karakter berdampak pada keberhasilan akademik siswa?
Ada beberapa penelitian yang menjawab pertanyaan di atas. Sebuah buletin berjudul Character Education yang diterbitkan oleh Character Education Partnership menguraikan hasil studi dari Dr. Marvin Berkowitz dari University of Missouri-St. Louis menunjukkan adanya peningkatan motivasi siswa dalam meraih prestasi pada sekolah-sekolah yang menerapkan pendidikan karakter. Pada kelas-kelas yang dilibatkan secara komprehensif dalam pendidikan karakter mengalami pengurangan drastis terkait perilaku negatif siswa yang menghambat prestasi akademik.
Penelitian lain yang tertuang dalam buku Emotionl Intelligence and School Success oleh Joseph Zins, et al., (2001) menunjukkan adanya pengaruh positif antara kecerdasan emosi anak dengan keberhasilan di sekolah. Di dalam buku tersebut dijelaskan bahwa ada sejumlah faktor yang beresiko menjadi penyebab kegagalan anak di sekolah. Faktor-faktor tersebut tidak berkaitan dengan kecerdasan otak, melainkan terkait dengan karakter yaitu rasa percaya diri, kemampuan bekerja sama, bergaul, berkonsentrasi, rasa empati serta berkomunikasi.
Pendapat Daniel Goleman kian mendukung penelitian di atas. Beliau mengungkapkan bahwa keberhasilan seseorang di masyarakat dipengaruhi 80% oleh kecerdasan emosi. Hal ini mengindikasikan bahwa kecerdasan otak hanya mempengaruhi 20% terhadap keberhasilan manusia. Oleh karena itu, anak-anak yang mempunyai masalah terkait kecerdasan emosinya cenderung mengalami kesulitan dalam belajar, bersosialisasi serta kesulitan dalam mengontrol emosi sehingga rentan terpengaruh akan perilaku-perilaku negatif yang dapat merusak dirinya sendiri.
Permasalahan terkait perilaku negatif siswa tersebut dapat dicegah dengan penerapan pendidikan karakter. Hal ini dibuktikan oleh beberapa Negara yang telah menerapkan pendidikan karakter sejak tingkat dasar, antara lain: Amerika Serikat, Jepang, Cina, dan Korea.